Menyandang Gelar Juara Dunia ternyata tak selamanya membanggakan. Apalagi jika menyadang Gelar Juara Dunia dalam hal persampahan. Fakta bahwa Indonesia tak hanya menjadi juara kedua di dunia dalam menghasilkan sampah plastik, tetapi juga juara kedua di dunia dalam menghasilkan sampah makanan sungguh sangat memilukan. Dan, yang juga memprihatinkan adalah bisa jadi kita turut serta dalam menyumbang banyaknya tumpukan sampah makanan. Mungkin belum banyak yang tahu bahwa sampah makanan yang tidak terkelola dengan baik juga memberikan dampak yang berbahaya bagi lingkungan. Oleh sebab itu, banyak dari kita yang masih acuh dalam hal ini. Mari kita evaluasi diri dan mulai bergerak untuk bijak mengelola sampah makanan dari hal-hal kecil yang bisa kita lakukan. Bukankah setiap aktivitas kita nanti akan dimintai pertanggung-jawaban? Termasuk sampah makanan yang kita hasilkan. Yuk, kenali bahaya sampah makanan bagi lingkungan dan ikuti 3 Cara Mudah Kelola Sampah Makanan Untuk Mencegah Pencemaran Air Tanah dan Pemanasan Global berikut:
Kenyataan bahwa sampah makanan sangat berbahaya bagi lingkungan mungkin belum banyak diketahui, sehingga banyak yang acuh terhadap isu ini. Seringkali kita berpedoman bahwa sampah makanan adalah sampah organik yang mudah terurai di dalam tanah, membuat kita terlena akan potensi bahaya yang ada di dalamnya. Setidaknya, terdapat dua potensi bahaya yang dihasilkan oleh penumpukan sampah makanan yang tidak terkelola dengan baik, yaitu pencemaran air tanah dan menghasilkan gas rumah kaca.
Sampah Makanan Berpotensi Menghasilkan Cairan Beracun Leachate yang Berbahaya
Indonesia belum memiliki sistem hulu hilir pengelolaan sampah terpadu yang merata di seluruh wilayah. Contohnya di daerah kami, Sumowono Kabupaten Semarang Jawa Tengah, belum memiliki truk angkut sampah yang terpisah antara sampah organik dan anorganik. Pun dengan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang belum tersekat antara sampah organik dan anorganik. Padahal, sampah makanan sangat berbahaya jika tercampur dengan sampah anorganik yang tidak mudah membusuk. Percampuran keduanya dapat menghasilan cairan beracun leachate atau air lindi.
Cairan beracun leachate (Air Lindi) jika meresap ke tanah akan mencemari sumber air bersih atau air tanah, dan jika mengalir ke sungai maka akan mencemari sistem perairan dan menimbulkan eutrofikasi yang berbahaya bagi organisme di dalamnya. Dengan begitu maka rantai makanan pun akan ikut terpengaruh dan pada akhirnya berbahaya pula bagi kesehatan manusia karena mulai dari air tanah hingga bahan pangan yang kita konsumsi sudah tercemari oleh air lindi.
Sampah Makanan Berpotensi Menghasilkan Gas Beracun Metana
Selain mencemari lahan tanah, sampah makanan juga berpotensi mencemari udara bersih dan meningkatkan pemanasan global. Proses pembusukan sampah makanan yang masih bercampur dengan sampah anorganik dalam jumlah besar, akan menghasilkan gas metana yang tingkat bahayanya 25 kali lebih tinggi daripada gas karbon dioksida. Seperti yang kita ketahui bahwa pemanasan global menjadi isu yang sangat menakutkan bagi keberlangsungan tempat tinggal kita, yaitu bumi. Betapa banyak perubahan iklim dan cuaca yang kini sulit diprediksi, bencana alam yang semakin sering terjadi, dan data terbaru menyatakan bahwa pemanasan global ini berpengaruh pada kandungan nutrisi sejumlah tumbuhan.
Siapa sangka bahwa sampah makanan yang terlihat sepele justru menimbulkan sejumlah risiko berbahaya bukan? Maka, sudah saatnya kita bertanggung jawab terhadap sampah makanan yang kita hasilkan. Aktivitas makan menjadi hal yang tak bisa ditinggalkan, begitu pula seharusnya pengelolaan sampah makanan yang tidak bisa begitu saja ditinggalkan dan dibebankan hanya pada beberapa orang atau lembaga. Sudah saatnya semua orang ikut berkontribusi dan berpartisipasi aktif. Setidaknya melalui 3 cara sederhana yang bisa kita lakukan, yaitu CEGAH, PILAH, OLAH.
CARA 1 : CEGAH MENGHASILKAN SAMPAH MAKANAN
Terdapat istilah baru yang kemudian saya temukan saat melakukan riset tentang pengelolaan sampah makanan, yaitu zero waste cooking. Istilah ini merujuk pada berbelanja bahan pangan sewajarnya, memasak seperlunya, hidangkan makanan sebutuhnya, dan ambillah makanan sesuai kesanggupan kita menghabiskan. Usahakan untuk tidak menyisakan makanan melalui rantai terdepan dalam proses konsumsi kita.
CARA 2 : PILAH SAMPAH MAKANAN YANG TERLANJUR DIHASILKAN
Jika kita terlanjur menghasilkan sampah makanan, ada baiknya kita pilah sebelum pada akhirnya memutuskan untuk kita olah, diberikan sebagai pakan ternak, atau dibuang ke tempat sampah. Pemilahan ini akan memudahkan tahapan selanjutnya yang akan kita lakukan. Selain itu, memilah sampah makanan dilakukan juga untuk memastikan tidak tercampur dengan sampah anorganik lainnya agar tidak menghasilkan zat-zat berbahaya.
CARA 3: OLAH SAMPAH MAKANAN YANG DIHASILKAN
Mengolah sampah makanan kini menjadi trend yang patut diapresiasi dan diikuti. Kondisi yang mengharuskan kita lebih banyak di rumah bisa kita manfaatkan untuk mengolah sampah makanan yang kita hasilkan. Berikut ada beberapa rekomendasi pengolahan sampah makanan yang bisa kita coba terapkan di rumah:
Mengompos Sisa Makanan
Mengompos sisa makanan bisa dilakukan dengan 2 cara mudah, yaitu dengan biopori jika kita memiliki lahan yang cukup, atau dengan cara menggunakan drum/ember/tempat komposter lainnya. Cara kedua, atau mengompos menggunakan komposter ini lebih fleksibel dilakukan di manapun bahkan di apartemen sekali pun. Berikut gambaran cara mengompos sampah makanan menggunakan komposter:
Langkah 1 Membuat Starter Komposter
Susun wadah komposter seperti pada gambar di atas, bagian bawah daun kering atau sekam untuk menyaring hasil pupuk cair. Lalu lapisan atasnya merupakan campuran kompos/pupuk kandang, organik hijau, dan organik cokelat dengan perbandingan 1:1:1. Tambahkan bioaktivator secukupnya hingga lapisan kedua lembap. Lalu diamkan selama kurang lebih 4 hari dengan wadah tertutup rapat untuk menciptakan lingkungan hidup bagi mikroorganisme pengurai sampah organik. Setelah 4 hari, cek kondisi starter, tanda-tanda starter sudah siap digunakan yaitu hangat, penutupnya berembun, zat organik yang kita masukkan sebelumnya mulai menghitam.
Sampah Organik Hijau | Sampah Organik Cokelat |
Sisa sayuran & buah, sisa teh celup & kopi, roti berjamur, rumput & daun hijau, bunga, rambut & bulu hewan, dll | ranting, daun kering, jerami, papan kardus, cangkang telur, kulit jagung, koran, serpihan kayu, kertas, kulit kacang, serpihan kayu, dll |
Langkah 2 Perlakukan Harian
Jika starter sudah berhasil, maka bisa ditambahkan sampah makanan harian kita dengan perbandingan organik cokelat:organik hijau yaitu 2:1. Selalu aduk sampah organik yang ditambahkan agar sampah organik lebih cepat terurai dan memungkinkan masuknya oksigen untuk mencegah timbulnya gas metan. Selalu perhatikan kondisi komposter, jika terlalu basah/timbul belatung, tambahkan sampah organik cokelat kering. Jika komposter terlalu kering, bisa ditambahkan bioaktivator.
Langkah 3 Masa Panen
Jika komposter sudah penuh, tutup wadah rapat-rapat selama 1-2 minggu. Cek apakah sudah tidak ada lagi sampah organik hijau tertsisa, tidak ada organisme, dan sudah tidak menimbulkan bau. Jika demikian, maka kompos sudah siap digunakan.
Membuat Lilin Aromaterapi dan Sabun Cuci Piring/Baju dari Minyak Jelantah
Minyak jelantah merupakan sampah makanan yang tidak bisa dikompos, namun bisa dimanfaatkan menjadi produk lain yang tak kalah menarik. Yaitu, lilin aromaterapi dan juga sabun. Berikut cara pembuatannya.
Bekerja Sama dengan Lembaga Pengelolaan Sampah Makanan
Nah, bagi kita yang tidak memiliki waktu untuk mengolah sampah makanannya, bisa bekerja sama dengan lembaga terkait. Saat ini banyak lembaga yang mulai peduli dengan pengolahan sampah makanan salah satunya Bandung Food Smart City. Atau jika kejauhan dari tempat tinggalmu, kamu bisa mencari lembaga terdekat yang mau mengolah sampah makananmu. Di daerah kami sendiri, sudah ada yang mau mengambil minyak jelantah untuk dijadikan biodiesel yang kemudian setiap 3 jerigen kecil kami akan mendapatan 2 liter minyak goreng baru. Di sini juga ada yang secara rutin mengambil sampah makanan untuk dijadikan bahan pangan ternak ayam/bebek. Semoga di daerahmu pun sudah mulai banyak yang peduli ya, atau jika belum ada kamu bisa jadi pioneer di daerahmu! Potensi pengolahan sampah tidak hanya bernilai ekologis, tetapi jika dikelola dengan baik juga akan bernilai ekonomi tinggi. Kamu bis amenjadi pengusaha muda yang sekaligus peduli akan lingkungan. Siapa tahu namamu akan terabadikan sebagai phalawan lingkungan di daerahmu tercinta. Semangat Jaga Bumi, Salam Lestari, Bumi Berseri!