There’s a first time for everything. Quote yang sangat saya suka untuk meredakan nervous ketika menghadapi sesuatu yang baru pertama kali saya alami. Salah satunya proses kelahiran. Sejak awal saya selalu berdoa bahwa saya bisa melahirkan normal. Saya berusaha sekali untuk mencari dokter yang pro normal. Karena menurut pengalaman saudara dan teman-teman saya sebelumnya , tipikal dokter sangat menentukan keberhasilan program kelahiran normal. Perlu digaris-bawahi ya, saya tidak menyudutkan proses kelahiran caesar (SC), karena beberapa kondisi memang mengharuskan seperti itu untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Tetapi, rasa takut akan operasi, membuat saya sebisa mungkin melahirkan normal. Namun, ternyata jalan terkadang tidak semulus yang kita harapkan. Jani saya mengalami lilit tali pusar 3 kali dan anemia, mungkinkah saya melahirkan normal?
Saat usia kandungan memasuki usia 6 bulan, janin diketahui terlilit tali pusar 2 kali. Dokter mengatakan bahwa sangat memungkinkan bisa melahirkan normal, baik di bidan maupun di rumah sakit. Kondisi janin masih bisa dikatakan aman. Secara rutin saya dan suami mengajak bicara baby Ai untuk berusaha melepaskan tali pusar. Ternyata benar lho, ikatan bayi dan orang tua itu sudah bisa dilatih sejak dalam kandungan. USG selanjutnya di usia kandungan 7 bulan, Baby Ai bisa melepaskan ikatannya. Sampai di sini rasanya sangat lega. Didukung pula dengan hasil tes lab yang menyatakan semua normal. Jadi, tiket kelahiran normal sudah di tangan. Beberapa daftar bidan delima di sekitar rumah sudah di kantongi jika sewaktu-waktu nanti melahirkan.
Eh, ternyata, takdir hidup berkata lain. USG pada bulan ke delapan, diketahui Baby Ai lilit tali pusar lagi. Kali ini bertambah, jadi 3 kali. Emm, rasanya lemas tak berdaya dan semakin panik menghadapi kelahiran. Karena dokter kali ini mengharuskan melahirkan di rumah sakit. Dokter masih menyemangati bahwa sangat memungkinkan melahirkan normal, tetapi sangat disarankan pula melahirkan di rumah sakit. Karena jika terjadi sesuatu, mudah ditangani. Kuncinya ada di kekuatan dan teknik ibu mengejan. Jadi, saya harus menyiapkan tubuh agar tetap fit agar kuat saat melahirkan. Dokter pun mengatakan bahwa ada kasus janin terlilit tali pusar dengan simpul mati dan tetap bisa melahirkan normal. Motivasi saya mulai tumbuh dengan kunci: JANGAN PANIK! Meski saya harus bersiap dengan kondisi apapun. Termasuk SC.
HPL Baby Ai adalah 20 Agustus, tetapi tanggal 14 Agustus pagi air ketuban sudah merembes dan terdapat bercak darah, namun saat diperiksa belum ada pembukaan sehingga saya langsung dirujuk ke rumah sakit. Pupus sudah harapan melahirkan Baby Ai tanggal 17 Agustus. Hehe…
Hingga pukul 20.30 malam, baru pembukaan 1 sehingga saya harus dipacu agar bayi tidak kehabisan air ketuban. Harapan melahirkan di Hari Pramuka pupus sudah. Baby Ai akan membuat hari bersejarahnya sendiri kali ini. Rasanya kontraksi akibat dipacu hingga saat ini menyisakan rasa trauma. Apalagi saya tidak boleh mengejan karena bisa membahayakan janin. Tali pusar bisa ketarik dan mencekik leher bayi. Sudah menahan rasa sakit, masih menahan rasa panik dan khawatir jika terjadi sesuatu kepada Baby Ai. Saat itu rasanya sudah ingin memutuskan untuk SC saja. Bahkan saya sampai lupa caranya bernafas dan akhirnya harus mengenakan selang oksigen. Apakah sudah bisa bernafas? Ternyata tidak juga. Haha…
Tidak sampai di situ, proses kelahiran yang penuh drama ini menambah panjang pemasangan selang kateter karena saya didiagnosa menahan pipis. Ya Allah, rasanya sangat tidak nyaman. Pemeriksaan pembukaan saja sudah sangat tidak nyaman, ditambah dengan pemasangan kateter. Hmm… rasanya sudah hampir menyerah. Apalagi saya sudah lemas kehabisan tenaga. Kurma dan air putih yang sudah disiapkan pun hampir tidak tersentuh.
Perjuangan akhirnya berhasil pada tanggal 15 Agustus pukul 03.05, bertepatan dengan Hari Jadi Jawa Tengah, Baby Ai lahir di dunia. Rasa sakit kontraksi dan melahirkan masih harus ditambah dengan proses obras dan jahit menjahit membuat saya semakin menghargai perjuangan seorang ibu. Benar-benar pahlawan tanpa tanda jasa. Kalian semua hebat!
Oya, selang di tubuh saya juga bertambah lagi karena Hb saya rendah dan memerlukan transfusi darah 1 kantong. Perjuangan melahirkan normal yang tidak saya bayangkan sebelumnya terbayar dengan tangisan Baby Ai yang membuat saya jatuh hati. I love you, Nak…
Kalau kisah Mbak Marita & Mbak Dini gimana ya? Penuh drama atau justru lancar jaya?
NB: Terima kasih untuk suami siaga yang sudah menyumbangkan badannya untuk pelampiasan rasa sakit. Xixi